Dalam satu sampai dua tahun ke depan sepertinya RI akan menghadapi tantangan ekonomi yang tidak mudah terutama tantangan ketidakpastian dari kondisi ekonomi global. Ketidakpastian kondisi ekonomi global saat ini menjadi tantangan serius dan urgen bagi semua negara seiring dengan masuknya Turki dan Argentina ke dalam kubangan krisis ekonomi.
Jika setiap negara tidak dapat merespons dengan baik efek dari krisis ekonomi Turki dan Argentina, besar kemungkinan krisis ekonomi di Turki dan Argentina itu merembet ke negara-negara lain. Seperti yang terjadi pada krisis ekonomi 1997/1998 di wilayah ASEAN dan krisis ekonomi global 2008 yang dimulai dari krisis subprime mortgage di AS.
Setelah sepanjang 2017 tren pertumbuhan ekonomi dunia mulai memperlihatkan peningkatan dengan mencapai pertumbuhan 3,5%, atau naik 0,3% jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada 2016, menjelang akhir 2018 ini tren pertumbuhan ekonomi global kembali mengalami penurunan.
Bahkan sepertinya prediksi World Bank dan IMF terhadap pertumbuhan ekonomi dunia yang memperkirakan akan tumbuh 3,9% akhir 2018 harus mengalami revisi. Di tengah instabilitas kondisi ekonomi global sekarang ini, maka target dan prediksi pertumbuhan ekonomi itu dirasa kurang realistis.
Perang dagang antara AS-Tiongkok telah menciptakan kondisi baru yang berefek pada ketidakpastian global. Tiongkok dan AS merupakan dua negara penguasa ekonomi dunia. Eskalasi yang terjadi di antara kedua negara itu akan menimbulkan efek berantai terhadap negara-negara lainnya.
Perang dagang antara AS-Tiongkok dengan membuat hambatan tarif dan nontarif akan menjadi contoh untuk negara-negara lainnya dalam memproteksi sistem perdagangannya. Proses liberalisasi yang selama ini diarahkan untuk menciptakan pasar yang efisien akan hilang begitu saja. Setiap negara akan berlomba memproteksi sistem perdagangannya yang pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi dunia dan menciptakan kembali high cost economy dalam sistem perdagangan dunia.
Selain itu, efek perang dagang antara AS-Tiongkok ini juga bisa merambat ke negara-negara berkembang dari sisi supply side. Tiongkok sebagai penguasa pasar ekspor dunia akan berusaha mencari pasar baru untuk produk barang dan jasa mereka yang tidak bisa masuk ke AS. Salah satu alternatif terbaik melempar barang Ex Amerika itu ke negara-negara berkembang termasuk RI. Kondisi ini akan memengaruhi stabilitas dan keseimbangan di negara-negara berkembang.
Meluapnya pasokan tentunya akan menekan sektor-sektor industri di negara-negara berkembang. Bila hal ini dibiarkan, kondisi ekonomi di negara-negara berkembang tertekan cukup dalam.
Perang dagang AS-Tiongkok juga berdampak pada pasar keuangan global. Para investor melakukan aksi wait and see sehingga berdampak pada ketidakpastian dan kelesuan. Bahkan para investor dari negara-negara maju banyak memulangkan modalnya ke negara mereka sehingga pasar keuangan di negara berkembang mengalami penurunan likuiditas.
Hal ini mendorong pelemahan nilai tukar mata uang hampir di seluruh negara. Bahkan RI mengalami pelemahan nilai tukar mata uangnya lebih dari 10% dan menjadi negara dengan pelemahan nilai mata uang terbesar di wilayah ASEAN.
Bagi RI, pelemahan ini efeknya sangat berat. Sebagaimana diketahui, sejak 2012 RI mengalami defisit neraca perdagangan. Kontribusi terbesar dari defisitnya neraca perdagangan disumbang impor migas. Impor migas setiap tahun mengalami peningkatan seiring merosotnya produksi minyak dalam negeri dan meningkatnya konsumsi.
Produksi minyak dalam negeri saat ini sudah berada di level 800 ribu barel per hari. Padahal, kebutuhan minyak dalam negeri sudah di atas 1,2 juta barel per hari. Dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, maka beban subsidi akan semakin besar. Pemerintah harus menanggung tiga beban sekaligus. Pertama, karena terjadinya defisit produksi dan konsumsi. Kedua, karena naiknya harga minyak dunia. Ketiga, karena turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS. Tantangan global lain yang berdampak pada stabilitas ekonomi dalam negeri RI ialah meningkatnya penggunaan cryptocurrency. Penggunaan mata uang virtual ini menjadi momok cukup menakutkan bagi sebagian negara termasuk RI. Karena penggunaan cryptocurrency, seperti bitcoin, ethereum, serta mata uang virtual lainnya masih sulit dideteksi.
Otoritas kebijakan moneter beserta pemerintah akan sangat kesulitan membuat kebijakan terkait dengan target inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar. Bila tidak dapat direspons dengan baik, penggunaan cryptocurrency oleh sebagian masyarakat ini akan memiliki negatif yang sangat besar terhadap kondisi makroekonomi RI.
Tantangan-tantangan ekonomi dari ketidakpastian global itu merupakan tantangan ekonomi eksternal yang sifatnya tidak bisa dikendalikan. Pemerintah beserta otoritas kebijakan moneter tidak bisa melakukan intervensi secara mendalam terhadap faktor-faktor eksternal.
Ada 3 strategi yang digunakan Indonesia untuk mengahadapi ekonomi global
Strategi pertama ialah cara untuk meredam dampak negatif dari ketidakpstian global tersebut, yaitu dengan mengurangi sensivitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Setidaknya terdapat dua strategi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi sensivitas rupiah terhadap rupiah terhadap dolar AS. Pertama, dari sisi sektor riil, yaitu dengan cara mendorong industri yang berorietasi ekspor.
Pemerintah harus mendorong para pelaku industri untuk meningkatkan daya saing produknya sehingga bisa bersaing dipasar global dan nilai ekspor RI bisa meningkat tajam. Namun, disamping itu, pemerintah juga harus bisa menciptakan sistem birokrasi efisien, tingkat korupsi yang rendah dan biaya logistik murah sehingga para pelaku industri dapat meningkatkan daya saing produknya.
Strategi ke-2 ialah memperdalam pasar keuangan dalam negeri dengan cara meningkatkan inklusi keuangan dipasar modal. Program nabung saham merupakan salah satu cara yang sudah tepat untuk memperkuat pasar modal Indonesia. Saat ini hampir separuh invvestor pasar modal Indonesia ialah investor asing sehingga sangat sensitif terhadap guncangan dari luar. Jika pasar modal Indonesia dikuasai oleh pelaku dalam negeri, sensitivitas pasar keuangan Indonesia terhadap dolar AS akan jauh berkurang. Untuk meningkatkan inklusi keuangan di pasar modal dan pasar uang, pemerintah perlu membuat program-program yang meningkatkan peran serta masyarakat secara luas.
Strategi ke-3 adalah ketahanan ekonomi yang diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang datang dari luar maupun dari dalam negeri baik yang langsung maupun tidak langsung untuk menjamin kelangsungan hidup perekonomian bangsa dan negara republik Indonesia berdasarkan pancasila UUD 1945.
Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian bangsa, yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemanapun menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Dengan demikian, pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya ketahanan ekonomi melalui terciptanya iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, tersedianya barang dan jasa, terpeliharanya fungsi lingkungan hidup serta meningkatkan daya saing dalam lingkup persaingan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar